KEPERCAYAAN JIWANGGA
Kepercayaan Jiwangga
(Sandiwara Bintang-bintang di
langit)
Hai, orang-orang beragama, kalian
sebut aku ini apa? yang tanpa agama bisa hidup dan bisa makan. Aku maklum
karena kita dalam spesies yang sama. Bisakah kalian merasakan pola pikir
seperti ini. Jika kalian beragama, tolong jawab, apakah tidak punya kegiatan
setiap hari untuk menyembah dan berdoa kepadaNya juga salah? sedang pikiranku
ini berasal dari kehendakNya bukan? Apa ini sebuah kejahatan? Aku merasa
kejahatan hanyalah disaat kita menyakiti sesama manusia.
Rohmani
sudah aman bersama Jiwangga, dibawanya dia ke suatu tempat yang memungkinkan
untuk menceritakan permasalahannya, di pinggir danau dekat Taman Kota, Jiwangga
akan mencoba berlaku bijaksana mendengarkan cerita yang ingin dia sampaikan.
Dia memang cantik tapi tak mengalahkan pesona kekasihnya Gustina yang sebentar
lagi resmi mengikat janji suci menjadi seorang biarawati. Sore itu pukul 16.00,
Jiwangga berusaha membuatnya tenang, seperti yang Gustina lakukan padanya.
Jiwangga membiarkan Rohmani bersandar di bahunya kurus, dia mulai menceritakan
alasan mengapa ingin mengakhiri hidupnya.
Setengah jam berlalu, Jiwangga menilai
Rohmani adalah orang yang terbuka, dia menceritakan semua yang dia alami,
memang lebih buruk dari kisah hidup Jiwangga, dalam hati Jiwangga berkata “mungkin bila aku menjadi dia aku juga akan
melakukan hal yang sama”.
Rohmani, bertempat tinggal di
Yogjakarta, berasal dari keluarga yang dikenal religius di kampungnya, suatu
ketika di usianya yang sudah cukup orangtuanya ingin menikahkannya secara taaruf
dengan seorang laki-laki pilihan mereka. Secara eksplisit Rohmani nampak
seperti anak gadis yang soleh dan baik hati di hadapan orangtuanya, tanpa
mereka ketahui pergaulan Rohmani di luar pandangan mereka adalah pergaulan yang
tidak sehat.
Walaupun berasal dari keluarga yang
kental dengan syarat agama Islam, orangtua Rohmani mengijinkan untuk bersekolah
di sekolah negeri favorit di Kotanya, dan tidak memasukkannya ke pondok
pesantren. Pada saat itu, kondisi yang jauh dari pantauan orangtua membuat Rohmani
mulai terjerumus ke dalam pergaulan yang salah, awalnya niat Rohmani bergaul
dengan teman-teman yang tidak beretika adalah ingin menyadarkan mereka, tetapi
justru Rohmani masuk menjadi bagian dari mereka. Selama itu Rohmani memang
selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya, tak heran jika kenakalannya di
luar sekolah tidak tercium oleh orangtua dan gurunya.
Rohmani
mulai jatuh cinta di kelas 2 SMA, dengan seorang laki-laki kota yang tampan dan
berbeda kepercayaan dengannya, mereka pandai menyembunyikan kemesraan yang
dijalin di luar sekolah. Kebiasaan buruk sering mereka lakukan, semacam seks
bebas dan miras. Kebiasaan itu terus berlanjut hingga mereka lulus SMA, hingga
tiba pada saat itu tawaran taaruf oleh orangtuanya dinyatakan kepadanya. Rohmani
mulai gelisah, karena dia sudah memiliki kekasih yang belum dikenal
orangtuanya, dia mulai memberanikan diri menceritakan semua keburukan dibalik topeng
salehnya di SMA.
Orang
tua Rohmani merasakan hal itu adalah sebuah aib, setelah mengetahui bahwa anak
satu-satunya memadu kasih dengan laki-laki yang berbeda kepercayaan dengannya,
ditambah lagi Rohmani sudah dalam keadaan hamil di luar nikah. Harapan Rohmani
adalah kejujuran yang ia sampaikan bisa diterima oleh orangtuanya, dan mendapat
restu berhubungan kasih dengan
pilihannya sendiri, tapi justru sebaliknya orangtua Rohmani sangat kecewa dan
mengusir Rohmani, mereka tidak lagi menganggap Rohmani sebagai putrinya.
Rohmani
pergi dari rumahnya dalam kesedihan yang mendalam, Rohmani berpikir ia masih
memiliki seseorang untuk diharapkan menjadi penolongnya, kemudian ia menuju
tempat tinggal kekasihnya untuk meminta pertanggungjawabban. Sampai di kediaman
kekasihnya, Rohmani segera menceritakan kondisinya sekarang, tapi hal yang
tidak diharapkan terjadi. Kekasihnya tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan
Rohmani, ia sebut Rohmani sebagai pelacur yang sudah tidur dengan banyak
laki-laki. Betapa sakit hati Rohmani saat itu, ia dicampakkan oleh harapannya
sendiri.
Tidak
memiliki seorang penolong, apalagi teman-temannya sudah banyak yang mengucilkan
kehamilannya di luar nikah. Kondisi mental Rohmani waktu itu sangat buruk, rasa
malu dan hukuman sosial dialaminya sendiri. Akhirnya Rohmani memutuskan untuk
pergi dari Yogjakarta menuju Jakarta untuk melupakan masa lalunya. Hari ini
juga ia ditakdirkan bertemu denganku.
Kadang
dalam benaknya muncul pikiran ingin menggugurkan kandungannya/aborsi, kadang
ada yang berbisik untuk bertobat dan kadang muncul pikiran bahwa dia tidak berguna
lagi di dunia ini. Semua kadang itu saling bertengkar dalam hatinya.
Itulah
cerita Rohmani yang menyakitkan hati, ia berhasil membuat Jiwangga berfikir
bahwa hidupnya lebih beruntung dari orang lain, dan Jiwangga berhasil untuk
membuang keinginan Rohmani untuk bunuh diri. Terdengar adzan maghrib
berkumandang, Jiwangga segera mengantar Rohmani untuk pergi sembahyang. “Mas Jiwangga tidak sembahyang?”
tanyanya “tidak Rohmani, aku tidak
sembahyang di masjid” kata Jiwangga. Jiwangga menunggunya di teras, sambil melihat-lihat
penampilan orang- orang yang datang ke masjid.
Sembahyang.
Menyembah Sang Hyang. Sesembahan yang diwujudkan melalui gerakan, nyanyian,
bahkan asap. Wahai Sang Hyang, benarkah itu sampai padaMu?
Usai
sholat maghrib Rohmani masih terlihat pucat dan sedih, tak lama kemudian dia
menitihkan air mata, Jiwangga yang lunak hati tak berani bertanya apa-apa,
untuk menghiburnya, Jiwangga mengajaknya makan. Mereka makan di sebuah warung
kaki lima tanpa tenda, sehingga dapat menikmati suasana malam dengan
bintang-bintang yang bertaburan, dan ini kali kedua Jiwangga berhasil membuat
Rohmani tersenyum kembali.
Bintang-bintang
memiliki kuasa untuk membuat manusia terpesona karena gemerlapnya, tapi
sebenarnya mereka hanya batu raksasa yang tidak karuan bentuk dan jumlahnya.
Siapa yang membuat mereka istimewa di mata kita? Setiap malam bintang-bintang
itu seperti diperintahkan untuk
bersandiwara, supaya kita terhibur walaupun tanpa terangnya cahaya.
Malam
akan segera berakhir, Jiwangga mengantar Rohmani ke tempat tinggalnya “Selamat malam, tenangkan pikiranmu Rohmani,
masih ada hari esok. Kabar yang kita tunggu, semoga kita diterima bekerja”. Dia
membalas dengan senyuman “Terima kasih,
sudah menolong saya, selamat malam”.
Jakarta,
Metropolitan
Awal April 2017
Komentar
Posting Komentar