ARSIP SENIKU YANG SEDERHANA

Gambaran strereotip mengenai jenius kreatif yang mengonsumsi narkoba, mabuk dan berganti-ganti pasangan itu sudah basi. itu hanya untuk orang-orang yang ingin mati muda. Intinya: menjadi kreatif butuh banyak energi. Kamu takkan punya energi itu jika dihabiskan dengan hal lain.

Saya sudah mulai tertarik dan mengenal seni sejak belasan tahun yang lalu, ketika saya kelas IV SD, entah mengapa waktu itu mendengar kata seni saja sudah membuat tertarik untuk menyimak atau menjalani lebih lanjut, seni pertama yang saya coba waktu itu adalah seni tari, memang ada ekstra kulikuler Seni Tari di sekolah, saya sempat mengikuti beberapa kali sebelum guru seni tari pindah, beliau mengatakan bahwa saya berbakat (itu adalah hal bahagia) dan berpesan pada saya agar mengikuti les atau kursus tari di tempatnya dengan registrasi Rp. 20.000,-. Keluarga serba kekurangan, apalagi waktu itu orang tua harus membiayai biaya sekolah dua saudaraku yang duduk di SMA dan SMP, tentu saya tidak berani meminta sejumlah Rp. 20.000,-. Uang sejumlah itu cukup besar bagi orangtua saya, ya begitulah sebuah momen tidak terkondisikan. Ketika teman lain mendapat uang saku, saya tidak mendapatkannya karena memang jarak rumah ke sekolah tidak terlalu jauh, hanya 300 meter, jadi Ibu menyarankan agar selalu sarapan dari rumah dan menyiapkan bekal minum (teh manis). Saya tidak pernah protes dengan kondisi semacam ini, mengingat saudara-saudara saya mengalami hal yang sama

Ketika mengalami keterbatasan finansial, dan tidak bisa mengikuti les tari di sanggar, akhirnya saya berusaha mencari beberapa kegiatan sendiri selain belajar dan yang tidak perlu membutuhkan dana, seperti menggambar, mewarnai, dan masak. Mulai kelas III SD saya belajar sendiri tanpa bimbingan Ibu, kata Ibu "sekarang sudah bisa membaca, menulis sendiri, jadi Ibu harap kamu belajar tanpa bantuan Ibu lagi". Kemudian disusunnya meja belajar untuk saya berdekatan dengan kedua saudara saya yang SMP dan SMA. Kita memang dekat dan rukun, Ibu mengarahkan kami untuk selalu belajar setiap malam (mulai pukul 19.00 s.d 21.00) entah ada PR atau tidak. Beberapa waktu kami sering tertangkap sedang tidak belajar karena asik bermain-main, Ibu memang suka memarahi kami, tapi kami cukup pintar untuk membela diri. Kami memang hidup dengan aturan yang Ibu buat, kadang kami berlomba untuk mendapat perhatian dari Ibu (semacam senang jika diunggulkan oleh Ibu), saudaraku yang duduk di bangku SMP memang jenius, dia tidak pernah belajar tapi nilainya selalu bagus, yang kulihat dia hanya sering menggambar manga atau tokoh-tokoh Naruto. Saudaraku yang duduk di bangku SMA sangat rajin, dia yg sering dijadikan contoh oleh Ibu kepada kami, dia memang saudara yang mampu mendewasai adik-adiknya. Berkaca dari kedua saudara, saya lebih dominan untuk memilih menjadi jenius, sehingga pemikiran saya waktu itu ingin mengikuti kebiasaan-kebiasaan saudara saya, mulai menggambar atau corat-coret.

Beruntungnya pada masa itu, saya memiliki dua saudara yang masih sama-sama menuntut ilmu dengan jenjang yang berbeda, kadang saya juga belajar dan mendapat temuan baru dari mereka. Itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Saudara SMA mendapat pelajaran Seni Rupa di sekolahnya, tentu sebuah kesempatan saya untuk belajar, kelas V SD saya mulai membaca buku paket seni rupa milik kakak saya. Ada beberapa gambar yang saya tiru dari buku-bukunya. Saya ingat waktu itu sempat menggambar lukisan pop karya Andy Warhol. Melihat kemampuan saya, seorang guru memasukkan saya di daftar lomba porseni bidang lukis, dari situ saya mulai menyukai dunia Seni Rupa, dan berniat mengembangkannya.

Ketika masuk SMP, saudara saya sudah lulus SMA, dan yang satu lagi kelas XI SMA. Saya berhasil mendapat nilai tertinggi ke-3 di Ujian Nasional SD, sehingga saya bisa masuk di SMP Favorit di daerah saya. Hal ini menjadi bahan semangat untuk belajar lebih baik di SMP, sementara saya kesampingkan hobi menggambar karena mata pelajaran seni di SMP adalah Seni Musik, hal ini menjadi suatu yang tidak mengenakkan hati, karena harus nyanyi,setiap minggu di pelajaran seni musik selalu ada menyanyi, jadi tidak heran jika sampai sekarang saya masih hafal beberapa lirik lagu-lagu daerah luar jawa beserta not-notnya, tapi waktu itu saya tidak bisa nyanyi (sangat jelek suaranya), jadi nilai untuk Seni Musik sangat buruk. Semester pertama berhasil saya lalui dengan peringkat 3 di kelas, dan bahagianya kakak saya yang sudah bekerja setelah lulus SMA memberikan saya hadiah sebuah Keyboard (alat musik). Saking senangnya, setiap hari saya mainkan keyboard itu, lupa belajar, lupa makan, tentu saja belajar otodidak dari internet. Pertama-tama memang sulit, tapi setelah dua minggu, saya mulai hafal chord dasar dan mulai memainkan beberapa lagu, dari situ saya mulai menyukai seni musik, muncul hobi baru "main musik". Naik kelas VIII, ada beberapa teman yang tahu kemampuan bermusik saya, sehingga diajukan untuk menjadi pengiring koor paduan suara saat upacara atau acara-acara sekolah (perpisahan,pertemuan wali kelas, dll). Agaknya, hal itu menjadi banyak yang mengenal saya.

Beberapa teman laki-laki sempat mengutarakan perasaannya padaku (dengan gaya anak SMP pada umumnya, ditempat umum atau dengan kiblat sinetron tv). Ketika SMP, ketika teman lain sudah mengalami yang namanya "cinta pertama, cinta monyet, dll" saya belum terlalu memikirkan hal seperti itu, bahkan aneh bagi saya ketika dekat lama-lama dengan laki-laki, sungguh sangat malu. Tapi ada satu adik kelas yang karena kepiawaiannya bermain alat musik, membuat saya menjadi menyukainya, terlebih lagi dia menyukai saya. Akhirnya kita mulai dekat, saya mulai tertarik untuk belajar gitar padanya, dia melatih beberapa chord dasar, sayangnya saya tidak punya gitar sendiri, jadi saya hanya bisa bermain gitar ketika main ke rumahnya saja.

Masa SMP begitu cepat, tiba di Ujian Nasional, ketika Ujian Praktik Seni Musik, masing-masing kami diberikan pilihan untuk menyanyikan sebuah lagu atau memainkan alat musik, tentu saja saya memilih memainkan alat musik. Dalam satu ruangan disediakan keyboard dan gitar, saat ujian berlangsung saya memainkan keyboard dengan lagu melodi dari Yiruma "Kiss the Rain" saya mainkan apa adanya, tanpa teknik (otodidak). Waktu itu guru seni musik saya berkata "Kamu bisa belajar keyboard darimana to Han, padahal kamu mlarat to?" saya ingat betul pertanyaannya (guru seni musik pada masa itu memang kalau tanya tidak pakai hati), tapi yang penting nilai ujian Seni Musik mendapatkan hasil yang bagus.

Lanjut ke SMA, cita-cita saya sewaktu masih dibangku SMA dulu adalah menjadi seniman, lalu Ibuku berkata; "kebanyakan Seniman itu laki-laki, ganti saja cita-citamu. Belajar yang benar" lalu aku mengganti cita-citaku dengan ingin menjadi seorang Copywriter (dulu profesi ini belum banyak yang tau,akupun juga tidak terlalu bisa menjelaskan mengenai profesi Copywriter ini, sehingga cita-cita sebagai copywriter hanya bisa kutulis di buku catatanku waktu itu, jika ditanya aku masih saja menjawab ingin jadi Seniman). Saya memang menyukai semua pelajaran di IPA, anehnya ketika belajar Biologi seringkali saya menangis (sampai membuat bingung teman-teman di kelas), entah mengapa pikiran saya terlalu mengimajinasikan terlalu dalam, semakin tau banyak tentang makhluk hidup dan suka menghubungkannya dengan penciptaan sehingga membuat saya merasa lebih bisa bersyukur.

SMA, masa pubertas, mulai menyukai lawan jenis, mulai memperhatikan tampilan, mulai ingin bebas, dan tidak suka dilarang. Saya mulai merasakan jatuh cinta di kelas XI SMA, tapi semua itu membuat saya tidak makasimal hasil belajarnya. Dengan kondisi demikian, masih labil dan pemikiran masih dangkal hanya membuat hubungan putus-nyambung. Akhirnya saya fokus untuk belajar dan pengembangan diri, walaupun juga menikmati masa kebersamaan bersama orang yg dicintai melalui berbagai kesempatan. Banyak ekstrakulikuler yang saya ikuti, saya selalu pulang sore, hampir maghrib.

Seni Rupa tentu diajarkan di SMA kami, saya selalu antusias ketika pelajaran Seni berlangsung; banyak tanya, dan sering mendapat perhatian dari guru, hingga rumor beredar saya menjalin hubungan khusus dengan guru seni rupa (berhubung beliau masih muda). ditambah lagi saya sering mengikuti perlombaan menggambar, poster, lukis didampingi dan dibimbing beliau. Hal demikian menghasilkan kecemburuan bagi seorang yang saya cintai waktu itu, saya ingat dia mengatakan "kamu memilih nggombar-nggambar, atau tidak sama saya?" tentu itu adalah pertanyaan yang tidak dewasa, seakan-akan dia minta sudah selesai. Ketika itu saya memang benar-benar menyudahi hubungan. Pada akhirnya saya lolos di ujian masuk perguruan tinggi jalur SBMPTN dengan jurusan Seni rupa dengan program studi Desain Komunikasi Visual.

Berbicara soal seniman, yang nampaknya bukan sebuah profesi yang membanggakan. Ada beberapa orang yang baru memulai ingin menjadi seniman 1-2 tahun yang lalu kemudian memutuskan mengambil jurusan Seni, semakin mulia dalam perantaraan keinginan atau kemampuan yang paling dimiliki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROSPEKSI

ADA APA APRIL

DILEMATIS