JAM TANGAN TUHAN, BIAR KUPINJAM

Kacang tanah rasa madu yang ku genggam sebagai makanan pengisi luang perjalanan laut dari Banyuwangi ke Pulau Bali, tapi tetap saja aku masih merasa mual terombang-ambing gelombang Selat Bali ini, 2 jam adalah waktu yang cukup lama untuk bertahan dengan kondisi yang sulit  mengeluarkan cairan busuk dari tubuhku ini, sampai aku berpikir ke ranah yang salah (Jangan-jangan aku hamil?).

Aku perempuan Bali yang tinggal beberapa saat di Surabaya untuk mengurus legalisir ijazah ke salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Sungguh, Surabaya banyak meninggalkan kenangan, menggodaku mengenangnya kembali dalam kesempatan singkat ini.

Lima tahun lalu aku pernah berlari ke Surabaya, tanpa pandang belakang, hanya menoleh kanan. Saat itu, dia (kekasihku) sedang menggendong iblis bercula dua, aku sangat takut karena malaikat dipundakku pergi entah kemana, katanya sedang menemui Tuhan untuk meminjam jam tangan, tapi tak kunjung kembali, hingga aku memutuskan untuk pergi dari kekasihku tanpa sepengetahuannya, meninggalkannya tanpa kujelaskan 'mengapa'.

Namun, Iblis yang ia bawa menggerakkan hati yang sudah diberi api neraka (api kekal) untuk mecinta ku dengan membara. Kekasihku yang manis terbawa api cinta dari api kekal.

Saat aku berjalan sendiri sebagai manusia biasa, jiwaku lemah. Sedangkan, dia membawa jurus yang luar biasa. Hingga pada masanya kita bertemu saling berhadapan di depan lubang ular raksasa yang mengantarnya sampai padaku. Aku meraasa malu menyaksikan kegagalan pergiku.

Aku memberikan kesepakatan, agar tidak seorangpun dari alam manapun mengikuti kita (hanya kita berdua). Saat kesepakatan itu di setujui barulah aku mau berjalan disampingnya tanpa rasa takut, dan membicarakan sesuatu yang ingin kita bicarakan. Kita sudah lama menjalin hubungan (emosional, seks, dimensi, peraduan, kemanusiaan, sosial, politik, seni, bahasa, kepiawaian, pergumulan, komunitas, keuangan), kecuali kekeluargaan. Sangat sulit menjalin hubungan kekeluargaan.

Sumpah demi sumpah kami ucapkan. Jalan raya, selokan, aspal hitam, roda ban motor, roda-roda bengkel sering jadi saksi. Tapi kami tetap sama, satu, tapi terpisah oleh yang lebih memiliki kita.

Sampai ketika aku mengenangnya kemarin, tiba-tiba malaikatku datang. Membawa jam tangan Tuhan. Katanya ia baru pergi beberapa menit saja, padahal aku sudah sangat sengsara hidup bertahun-tahun tanpanya.

Pikirku jam tangan Tuhan yang ia bawa akan diberikan padaku, ternyata ia hanya ingin menunjukkan bahwa waktu Tuhan bukan waktu kita. Aku sungguh muak pada malaikat itu, kulempar tubuhnya sampai lemas, dan aku pergi.

Malaikat itu kembali lagi padaku, membawa jam tangan Tuhan. Aku diam dan tidak bertanya, aku tidak ingin mengulang peristiwa kemarin. Malaikat itu memberikan jam tangan itu kepadaku, dan berkata "Gunakanlah, setelah Iblis menjemputmu". Seketika ia sirna daripadaku.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROSPEKSI

ADA APA APRIL

DILEMATIS